Minggu, 03 Oktober 2010

Perempuan Pemuja Bulan

dari sela dedaunan yang menggeliat digelitik angin

ada sekelebat bayang terbentuk dari pantulan sinar rembulan

dia datang, perempuan pemuja bulan

sedari bulan dilahirkan, hingga bulan kembali mengandung penuh

berputar, selalu bersama malam dia datang ..



mengutarakan mimpinya

bertualangan ke dunia khayal dalam pikirannya

kadang dia tersenyum, kadang dia menangis

memainkan nuansa pada sepasang mata bola biru muda





sampai dia bosan dan semua rasa tertumpah menjadi renungan ..

bersama senyap menyelami malam

diperhatikan bulan, dipertanyakan bintang

apa gerangan yang ia risaukan



"tak bosankah dia pada rembulan yang masih tegak bertengger di sana

kecuali mendung menjadi penampil utama bersama kelam jelaga?

tak takutkah dia pada lolongan serigala pemintal nafsu yang dahaga?

tak rapuhkah dia saat ditusuk dinginnya udara yang menyerta?

tidakkah dia ..."



ah perempuan pemuja bulan

usahlah kau habiskan masa berlutut di sana

memejamkan mata seraya menikmati reka-reka

melahirkan anak kristal dari rahim perasa ..

cukuplah hai perempuan di sana!

bangkitlah, hadapi dunia!

ada mentari, ada pelangi, ada hujan ..

ada semesta yang harus kau telusuri tanpa meraba dunia pikirmu



hai perempuan pemuja bulan,

ada Tamu ingin memujamu ..

berpalinglah dan temui dia,

si ASA yang berpendar dari hatimu, walaupun kau gemetar, memudar ..



rembulan ingin pulang pada pelukan masa

fajar menggarang ..

kau usahlah turut terbenam

Larilah!

susur jejak-jejak masa yang tak pernah hilang

atau berjalanlah! buat jejakmu benderang ..

meminta rembulan ..

Selasa, 17 Agustus 2010

Definisi dan Unsur Puisi*

Pengertian
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35) menggambarkan sebagai berikut.
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.

Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.


*: Izin copas dari senandung pena

Minggu, 15 Agustus 2010

Nuansa Ruang Cahaya

Sedari tadi ..
Aku hanya duduk termangu
kusilang tangan, mematapmu Hai Cahaya ..
Biarku rasa, resapi hangatnya yang mengalir deras dalam buncah pembuluh darah,
Merah, Aku malu?? Aku mabuk??

Kala bulir hujan jadi cerita dengan embun berjelaga di bening cahaya jendela, jiwa di luar sana ..
Dan gelap menaut gulita, bawa hawa memagut rasa
Kelam menganga ..
Aku ditelan nuansa ..

Hingga kenangku akanmu
Menggerakkanku menyulutmu si Cahaya ..
Dalam berkasnya kulihat kau berkobar, sesekali redup dirayu udara ..
Aku tenggelam, dalam hangatmu berujung kenang ..
Terburai, terungkap cerita ..



Sedari tadi ..
Aku hanya duduk termangu,
Benar-benar tenggelam ..
Ditelah nuansa,
Ditemanimu : Cahaya ..

Bagi mataku ..
Bagi pijakku ..

Sejelas ruang kau sinariku meraba di sana ..
Mencari jiwa ..

Rabu, 02 Juni 2010

Chairil Anwar

..Chairil Anwar..

by Rinaldi Atenk (notes) Monday at 12:49am


Chairil Anwar lahir di Medan 26 Juli 1922. Ayahnya bernama Toeloes berasal dari Payakumbuh (Taeh, Kabupaten Limo Puluah Koto, Sumatra Barat) dan ibunya bernama Saleha yang berasal dari Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan ayah Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Chairil bersekolah Belanda HIS (Hollands Inlandsche Scholl) di Medan, kemudian melanjutkan sekolahnya ke MULO (Meer Uietgebred Lager Onderwijs, setingkat SMP). Ia tidak menamatkan sekolah itu karena pindah ke Jakarta mengikuti ibunya yang bercerai dari ayahnya. Chairil menguasai tiga bahasa asing, yaitu Belanda, Inggris dan Jerman secara aktif. Pengasaanya atas ketiga bahasa asing itulah yang mengantarkan Chairil pada karya-karya sastra dunia. Oleh sebab itu, pengarang-pengarang seperti Andre Gide, John Steinbeck, Rainer Marie Rilke, Ernest Hemingway, W.H. Auden, Conrad Aiken, John Conford, Hsu Chih Mo, Archibald Mac Leish, Willem Elsschot, H. Matsman, Edgar du Peron, J. Slauerhoff sangat akrab dengan Chairil. Bahkan, karena itu Chairil ikut tersudutkan sebagai plagiator.

Kumpulan puisi Chairil yang terkenal yaitu “Deru Campur Debu” (1949), “Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus” (1949), dan antologi “Tiga Menguak Takdir” (1950) kumpulan bertiga dengan Asrul Sani dan Rivai Apin. Karya-karya Chairil telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman.



-Masa kecil-

Semasa kecil hidup di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:

..Bukan kematian benar yang menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta..

Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu.Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya.Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.

Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “..Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis..” (dunia penyair)


-Masa Dewasa-

Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Sukabumi, Hapsah, Chairil telah menikahinya.

Chairil menikah dengan Hapsah Wiradireja, wanita Cicurug, Sukabumi, yang lahir tanggal 11 Mei 1922. Ia memiliki seorang putri bernama Evawani Alissa, alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, lahir 17 Juni 1947. saat ini Elissa bekerja sebagai notaris di Jakarta.(Majalah Sastra, Volume 01, Nomor 01, Mei 2000) Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.(dunia penyair).Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian.Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.

Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga dijiplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).(wikipedia)


-Akhir Hidup-

Saat menjelang ajal, dalam kesendirian nan penuh kesepian dan keterasingan, ia menulis:

..Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah.. (djundi blog)

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah terserang sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC.Beliau meninggal pada usia 26 tahun 9 bulan, pada tanggal 28 April 1949. warisan karyanya 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan. Ia dikebumikan di pemakaman Karet Jakarta. Untuk mengenangnya, Dewan Kesenian Jakarta memberikan hadiah anugrah kepada para sastrawan dan penyair dengan nama Anugerah Sastra Chairil ANwar. Hadiah itu telah diberikan kepada Mochtar Lubis (1992) dan Sutardji Calzoum Bachri (1998).Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Umur Chairil memang pendek,tidak sampai beranjak 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, “..Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar..”(dunia penyair)

Chairil Anwar adalah penyair legendaris yang sering disalahpahami, tidak sedikit orang yang menjulukinya sebagai penyair religius, antara lain, karena sajak Doa, yang memang amat religius. atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul Aku ) sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia.(wikipedia)



Karya-karya Chairil Anwar:

-AKU-

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

(maret,1943)




-AKU BERADA KEMBALI-

Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;

rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.

Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh

(1949)





-CINTAKU JAUH DI PULAU-

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan oleh - oleh buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

(1946)





-DENGAN MIRAT-

Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas

Aku dan engkau hanya menjengkau
rakit hitam

'Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran hitam?

Matamu ungu membatu

Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu

(1946)





-DERAI-DERAI CEMARA-

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

(1949)






-DI MESJID-

Kuseru saja Dia
sehingga datang juga
Kamipun bermuka-muka

seterusnya ia bernyala-nyala dalam dada
Segala daya memadamkannya

Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda

Ini ruang
gelanggang kami berperang

Binasa membinasa
satu menista lain gila






-DIPONEGORO-

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

(februari,1943)






-DO'A-

kepada pemeluk teguh



Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku
aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

(13 november 1943)






-HAMPA-

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.




-ISA-

Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah

rubuh

patah

mendampar tanya: aku salah?

kulihat Tubuh mengucur darah
aku berkaca dalam darah
terbayang terang di mata masa
bertukar rupa ini segera

mengatup luka

aku bersuka

Itu tubuh
mengucur darah
mengucur darah

(November 1943)




-KERAWANG-BEKASI-

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

(1948)




-MAJU-

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)





-MALAM-

Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang






-MALAM DI PEGUNUNGAN-

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

(1947)






-MIRAT MUDA-

Dialah, Miratlah, ketika mereka rebah,
menatap lama ke dalam pandangnya
coba memisah mata yang menantang
yang satu tajam dan jujur yang sebelah.

Ketawa diadukannya giginya pada mulut Chairil;
dan bertanya: Adakah, adakah
kau selalu mesra dan aku bagimu indah?
Mirat raba urut Chairil, raba dada
Dan tahulah dia kini, bisa katakan
dan tunjukkan dengan pasti di mana
menghidup jiwa, menghembus nyawa
Liang jiwa-nyawa saling berganti.
Dia rapatkan

Dirinya pada Chairil makin sehati;
hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah Mirat dan Chairil dengan dera,
menuntut tinggi tidak setapak berjarak
dengan mati

(di pegunungan 1943, ditulis 1949)






-NISAN-

Bukan kematian benar menusuk kalbu

Keridhaanmu menerima segala tiba

Tak kutahu setinggi itu di atas debu

Dan duka maha tuan tak bertahta.





-PENERIMAAN-

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

(Maret 1943)





-PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO-

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)





-PRAJURIT JAGA MALAM-

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)





-RUMAHKU-

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Kaca jernih dari segala nampak

Kulari dari gedung lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah kudirikan ketika senjakala
Dipagi terbang entah kemana

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Disini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
jika menagih yang satu

(April 1943)





-SAJAK PUTIH-

buat tunanganku Mirat

Bersandar pada tari warna pelangi
kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku

hidup dari hidupku, pintu terbuka
selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah...

Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku...

(1944)

..sajak-sajak Chairil Anwar kepada Mirat kekasihnya..





-SENJA DIPELABUHAN KECIL-

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

(1946)





-SORGA-

Kepada Basuki Resobowo



Seperti Ibu + Nenekku juga
tambah tujuh keturunan yang lalu
aku minta pula supaya sampai di sorga
yang kata Masyumi Muhammadiyah bersungai susu
dan bertabur bidari beribu

Tapi ada suara menimbang dalam diriku,
nekat mencemooh: Bisakah kiranya
berkering dari kuyup laut biru,
gamitan dari tiap pelabuhan gimana?
Lagi siapa bisa mengatakan pasti
di situ memang ada bidari
suaranya berat menelan seperti Nina, punya
kerlingnya Yati?

(1947)




-TJERITA BUAT Dien Tamaela-

Beta Pattiradjawane
jang didjaga datu datu
Tjuma satu

Beta Pattiradjawane
kikisan laut
berdarah laut

beta pattiradjawane
ketika lahir dibawakan
datu dajung sampan

beta pattiradjawane pendjaga hutan pala
beta api dipantai,siapa mendekat
tiga kali menjebut beta punja nama

dalam sunyi malam ganggang menari
menurut beta punya tifa
pohon pala, badan perawan djadi
hidup sampai pagi tiba

mari menari !
mari beria !
mari berlupa !

awas ! djangan bikin bea marah
beta bikin pala mati, gadis kaku
beta kirim datu-datu !

beta ada dimalam, ada disiang
irama ganggang dan api membakar pulau .......

beta pattiradjawane
jang didjaga datu-datu
tjuma satu





-YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS-

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,

menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,

malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu


Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin


Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang

dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;

tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang


Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku







*CoPas dari Notes Abangku Rinaldi Atenk* (n__n)..

Sabtu, 10 April 2010

__Dia yang Berkerudung Hijau__

dalam beberapa waktu
aku mengikuti jejak helaian bulu dari sayap yang bercahaya
kupungut satu-satu
hingga berakhir di matamu yang sayu
yang langsung kau tundukkan, memangkas jelajah pandangku menyusur jejakmu


kerudung hijau
terbalut indah menutup mahkotamu
pun jilbab berwarna senada tak membentuk fisikmu
itulah hijab bagi dirimu, hatimu ..
menjagamu dari lelaku dan lelaki
yakinmu, TUHANlah Pemilikmu, Raja diraja
Cukuplah DIA juga melindungimu ..



Diam-diam,
kurajut helai bulu cahaya yang kupungut dari jejakmu,
hingga jadi satu,
sepasang sayap buatmu,
kupersembahkan untuk kembalimu ke surga, rumahmu ..

sebab, yakinku kau Bidadari Surga bermata sayu
yang singgah ke dunia untuk mengkaji ilmu
biar tahu, kesyukuran itu dalam syahdu yang dipunyai Makhluk Sempurna TUHANmu
yang berandai bisa memilikimu bersama ketaatannya pada TUHANmu




TUHAN, Pilihkan SATU buatku ..

Rabu, 17 Maret 2010

Jadi ??

Penguasa DATANG!!

Siapkan penyambutan!!
Kamu siapkan dana ..
Kamu siapkan tempat ..
Kamu siapkan waktu ..
bla .. bla .. bla ..



Lagi, dan lagi ..
kemubadziran itu kembali dihampar pada tubuh pertiwi
pada bentang-bentang poster kehausan, kelaparan, penindasan dalam kekuasaan
anak-anaknya, cucu-cucunya ..

membungkusnya? menutup auratnya si Ibu Pertiwi? katanya ..
Kata PENGUASA!!
pun diaminkan para penjilat di bawah tangannya
di bawah gertak lantang suaranya PENGUASA
si pengemis nista demi sejumput nilai kuasa dalam sekian rentang masa
tidak selamanya, namun bisa buatnya gila ..
harta, tahta ..



demi siapa??
demi apa??

anakmu perlu susu
anakmu perlu pendidikan
anakmu perlu pekerjaan
anakmu perlu perlindungan

dan anakmu perlu uang ..

untuk membayarmu menghirup udara terbersih
untuk membayarmu berjalan di red carpetnya orang-orang terkenal
untuk membayarmu menginap di hotel termegah
untuk membayarmu makan minum di restoran termahal
untuk membayarmu membeli ini itu, yang kau mau ..
APAPUN INGINMU ..

kenapa kau jadi lugu, gagu, dungu??
ketakutankah akan kuasa adidayanya mencengkrammu?



Jadi ..
kenapa kami mesti memelas kala meminta padanya?
kenapa kami mesti ditendang kala dia mau melindas di depan gubuk kami?
kenapa kami mesti dipenjara kala menyebutkan namanya dengan titel sepengetahuan kami?
kenapa ..
kenapa ..??



toh siapa Dia??

begitu agungkah ingin disambut ..
pun apa yang telah kau beri padaku ..
pada Ibu ku ..

hanya sayap-sayap khayal dalam rayunya ..
atau jerat yang makin mencekik hela bisaku ..

Jumat, 05 Februari 2010

"Menghidupkan Wisata Danau Lumpur Lapindo"


Setelah 3 tahun ditambah 100 hari pemerintahan yang sekarang, ternyata tidak sedikitpun menyentuh kondisi sosial korban lumpur Lapindo yang ada di Desa Porong, Sidoarjo. Perlahan dan (seperti) pasti, kondisi sosial di Porong dan desa-desa lainnya yang terkena dampak lumpur Lapindo dilupakan bahkan ditinggalkan. Rembug Nasional (National Summit) yang diadakan Presiden setelah pelantikannya juga seperti sengaja untuk tidak mengundang korban lumpur Lapindo.

Masih tercecer saat ini lebih dari 300 KK yang menganggur, hak penghidupan yang semestinya menjadi hak paten manusia hidup masih juga tidak diperjuangkan dengan baik. Bisa dibayangkan, berapa total nyawa yang terancam kelangsungan hidup, pendidikan dan masa depan bila dihitung dari 300 KK. Uang ganti beli (yang jelas-jelas uangnya dari Negara alias Rakyat) juga tidak membantu banyak, karena masih banyak penduduk yang belum menerima uang ganti asset tersebut.
Kebijakan Perpres No. 14/2007 adalah termasuk kebijakan ‘kesopanan’ pemerintah pusat pro Lapindo, tidak tegas dalam memberesi persoalan rakyat akibat kebijakan pengelolaan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) yang tidak berorientasi pada social safety.

Terakhir minggu ketiga bulan pertama tahun ini, saya mencoba melakukan assesment secara nyata ke desa-desa yang terkena dampak lumpur Lapindo. Lokasi pengungsian yang masih semrawut, pengangguran nyata yang terlihat di sisi danau lumpur, hingga wajah-wajah tegang yang berseliweran disekitarnya. Namun terlihat juga beberapa pengunjung yang menikmati danau lumpur ciptaan Lapindo itu. Luas tanggul yang hampir mencapai 1 KM menjadi strategic view untuk menikmatinya. Terlihat sekali minim aktifitas yang terjadi disini. Hampir seperti daerah mati. Sebelum menikmatinya, saya dicegat dan di minta membayar sebesar 5000 rupiah sebagai ganti uang tiket masuk ke lokasi wisata danau lumpur. Tanpa senyum dan tanpa basa basi, terlihat sekali ketegangan yang sudah akut menyelimuti pikiran mereka-mereka yang ada di daerah ini.
Berbekal melihat dan mencermati keadaan, kebutuhan perut para pengungsi yang berjumlah lebih dari 300 KK tersebut sudah tidak bisa lagi dihindarkan. Sudah sangatlah mendesak. Menurut Ipung M Nizar, salah satu koordinator pengungsi, mereka sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Kebanyakan dari mereka sulit untuk diajak keluar dari daerah lumpur tersebut. Hingga akhirnya dia sebagai koordinator tidak bisa juga meninggalkan rekan-rekan dan beberapa saudaranya yang masih tinggal dan menunggu uang ganti beli dari Pemerintah. Namun mereka berjanji bila ada jaminan penghidupan yang layak, mereka akan berusaha untuk keluar dari lingkungan Lumpur yang jelas-jelas sudah tidak lagi kondusif untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selama ini Ipung dan teman-teman mencoba untuk berkarya dengan membuat CD/DVD dokumenter tentang kejadian Lumpur Lapindo.
Untuk membantu Ipung dan rekan-rekannya, saya beserta teman-teman mencapai pada tahap kesepakatan untuk membantu dengan cara menghidupkan saja sekalian wisata di Danau Lumpur Lapindo. Secara SDM dan kreatifitas, daerah Tanggulangin dan Porong merupakan sentra produksi kerajinan yang sangat dikenal di Indonesia. Di Tanggul pembatas lumpur yang lebar mencapai 15 Meter serta panjang hampir 1 KM itu nantinya akan didirikan pasar wisata dengan berbagai penjualan. Hanya saja dibutuhkan banyak modal untuk orang-orang korban Lapindo ini agar bisa berjualan.

Untuk mensiasatinya, saya secara pribadi akan menggandakan CD/DVD Dokumenter Lumpur Lapindo serta membuat beberapa macam produk yang berhubungan dengan tragedi ini. Dan bisa dilihat di situs SocioDistro serta Social Movement yaitu "http://kukira.net" Yang nantinya hasil penjualan dikurangi modal akan saya kirim ke beberapa koordinator pengungsi disana, entah itu LSM atau personal. Diantaranya Ipung dan LSM yang tergabung dalam "http://korbanlumpur.info". Beberapa produknya adalah T-Shirt dan Topi.
Pengadaan konsep Pasar Wisata Danau Lumpur ini juga merupakan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan mengingatkan kepada khalayak ramai bahwa masih banyak masalah yang diakibatkan oleh Lapindo dan pemerintah secara tidak langsung.

N.B
Dan bila ada rekan-rekan yang sanggup memberikan jaminan peminjaman uang baik perorangan maupun lembaga kepada para korban untuk digunakan sebagai modal usaha awal, silahkan hubungi saya atau langsung kepada Ipung M Nizar dengan nomor telpon 0817335244.

Sabtu, 30 Januari 2010

"Kela(BU)"

Bu,
Titipkan topeng pesakitanmu itu buatku
Terlalu berharga untuk kau pajang di sana
Di hati yang telah membatu
Jua membakarmu hidup-hidup dalam rasa
Tinggalkan saja buatku di sini

Doamu akan dihimpunNYA
Biar bisa menjerat kelak saat adilNYA berjaga

Andai kelabu itu bisa aku ubah
Kan kubawa tiara pelangi buatmu Bu
Biar lebih berwarna hidupmu
Lebih terang kau membaca masa
Dan lebih aman kau dari gelapnya dunia

Kau pasti enggan berbagi duka
Namun keterikatan kita ini mencekikku
Saat kulihat wajahmu semakin tirus
Tenggelam dalam dera pikir dan raga yang memaksa

Pintamu dalam doa
Hanya buatku saja, tiada keinginan buatmu jua
Katamu Restumu adalah kunci pembuka semua pintu di dunia
Perpanjangan TanganNYA pula

Bisakah aku membawamu ke surga?!
Bahkan melindungimu saja aku terengah dalam usaha
Melihatmu menangis dalam menerimanya


Sabarlah Bu,
Bisakah Cintaku ini jadi garansimu mengikhtisarkan keindahanNYA
Yang terwujud dalam ujiNYA atas nama CINTA



Al Lif Qy
220110. 9.07 am
Saat kesedihan itu merentas hariku

Jumat, 08 Januari 2010

"Mengais Rezeki di Tepi"

Kapal itu merapat setelah labuh semalam
Bawa bagian rezekiku

Rombongan makelar menyerbu
Menimang rayu
Sedikit tipu
Meminang laku
Beruntungnya aku
Satu

Keranjang penuh tampungan rezekiku
Diunduh dari lambung kapal
Diarak menuju perkumpulan
Tergopoh menerawang bakal rezeki di situ
Tumpah ruah
Dua

Permintaan dan penawaran beradu
Beragam tampilan ini itu
Bau keringat dan amis mengikat jadi satu
Tersisipi satu rezekiku di situ
Tiga

Empat, Lima, Enamku hilang
Aku keburu diburu penunggu

Hingga payahku
Mendudukan tahtaku di atas ampar batu
Menghitung rezekiku
“Alhamdulillah akan kulihat ada senyum wajah emak,
Setelah abah tak jua pulang menunggu laut”



5.07 pm WITa, 04102010